
Jumat (19/9), Sekretaris Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut Daarul Qur’an (IDAQU) Jakarta, Jaka Ghianovan, M.Ag., menghadiri program Maarif House yang mengangkat tema peluncuran sekaligus diskusi buku “Mengamati Islam Indonesia Selama Setengah Abad (1971–2023)”. Kegiatan yang digelar Maarif Institute for Culture and Humanity ini berlangsung di Menara Tanwir, Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, dan dihadiri sejumlah akademisi serta aktivis Islam.
Buku karya Professor Emeritus Mitsuo Nakamura, Indonesianis asal Jepang dari Chiba University, menjadi pusat bahasan. Diskusi menghadirkan narasumber antara lain Prof. Taufik Abdullah, Dr. Amanda Tho Seth (Humboldt-Universität zu Berlin), Dr. Ahmad Najib Burhani, MA (Dirjen Sains-Teknologi Kemdikti), Prof. Yanwar Pribadi, Ph.D (UII), dan Andar Nubowo, Ph.D (Direktur Eksekutif Maarif Institute).
Dalam diskusi, Nakamura yang fasih berbahasa Indonesia menceritakan perjalanan penelitiannya sejak 1971 di Kotagede, Yogyakarta. Ia menilai Islam Indonesia, khususnya Muhammadiyah, berkembang secara dinamis dan tidak bisa lagi dipahami dengan tipologi Clifford Geertz yang membagi Muslim dalam kategori santri, priyayi, dan abangan. Nakamura juga menekankan pentingnya pendekatan ilmu sosial dalam mengkaji gerakan Islam.
Para pembicara menanggapi beragam. Prof. Taufik Abdullah memberi apresiasi jenaka, Amanda Tho Seth menyoroti tantangan peneliti luar dalam memahami Islam Indonesia, sementara Prof. Yanwar Pribadi mendukung kritik Nakamura terhadap dominasi kerangka Geertz yang sering dijadikan acuan tanpa kritik. Diskusi ditutup dengan apresiasi bersama atas kontribusi Nakamura dalam memperkaya khazanah studi Islam Indonesia.

Dekan Fakultas Ushuluddin IDAQU, Dr. Mohamad Mualim, Lc., MA., menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Sekprodi IAT dalam forum tersebut. “Kehadiran Pak Jaka di acara ini sangat penting sebagai bentuk keterhubungan akademisi IDAQU dengan diskursus global. Buku Prof. Nakamura menjadi pengingat bahwa studi Islam Indonesia terus berkembang dan perlu dilihat dari perspektif yang lebih luas, bukan hanya dari kacamata internal, tetapi juga dari pandangan luar yang objektif,” ujarnya.


