Seminar Nasional Institut Daarul Qur’an Jakarta dengan UIN Raden Mas Said Surakarta
Fakultas Ushuluddin Institut Daarul Qur’an Jakarta melakukan kolaborasi dengan Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta untuk menggelar Webinar Nasional dengan tema “Interelasi Tafsir dan Budaya” pada Selasa (25/10).
Webinar kali ini menghadirkan Tsalis Muttaqin, Lc., M.S.I Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta dan Ida Kurnia Shofa, M.Ag, Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut Daarul Qur’an Jakarta sebagai pemateri.
Sebagai pemateri, Tsalis Muttaqin membahas tentang relasi antara teks, penafsir dan realitas. Dalam materinya ia menjelaskan tentang perbedaan antara Al-Qur’an semasa diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Al-Qur’an sepeninggalan Rasul.
Selain itu Tsalis juga membahas tentang tugas tafsir, yakni diantaranya:
- Sebuah tafsir harus sesuai dengan zamannya agar tidak terkesan usang dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat zamannya.
- Upaya menyesuaikan bahasa penafsiran atau problem utama penafsiran dengan realitas sosial dengan mengkontekstualisasikan ayat.
- Menafsirkan ayat dengan konteks kekinian dengan tetap memperhatikan konteks awal ayat (asbāb al-nuzūl) akan dapat mempertahankan nilai universalitas Al-Qur’an.
- Terkungkung dengan tradisi atau penafsiran klasik tanpa pembacaan kritis baik dari sisi materi ataupun metodologinya justru akan mengurangi universalitas Al-Qur’an.
- Langkah ini untuk menghindari penafsiran atau pemahaman turun temurun yang belum tentu semuanya benar dan tidak seluruhnya dapat menjawab tantangan zaman.
Sementara itu Ida membahas tentang sebuah pelestarian dan peneguhan identitas. Ida mencontohkan lokalitas tafsir Al-Ibri karya Bisri Musthafa. Dalam lokalitas penulisan Kitab menggunakan Bahasa Jawa sebagai bentuk pemanfaatan Bahasa lokal dalam penafsiran sebab audiensnya adalah masyarakat Jawa, menggunakan aksara pegon sebagai media utama penulisan tafsir, menggunakan makna menggantung (makna gandul) untuk memaknai kata per kata.
Sementara menurut lokalitas penafsiran, Kitab menggunakan unggah-ungguh khas Jawa baik dari segi beretika/ berakhlak maupun berkomunikasi dengan adanya hierarki Bahasa (level of speech) dalam penerapan ungkapan komunikasi sekaligus penerapan simbolisasi penghormatan dalam bentuk sapaan.